Umbu Pulang, Tualang Sajak ?

Tribun Kupang   Minggu, 11 April 2021

img

Umbu pulang, tualang sajak ? pos-kupang.com, kupang - pagi 6 april dini hari, satu peristiwa alam terjadi. Kematian seseorang. Mungkin di detik yang sama beberapa kematian juga terjadi , apapun penyebabnya. Tapi kematian umbu landu paranggi bukanlah akhir kehidupan seseorang.

Kematian yang terjadi di daerah sanur bali , seusai badai di atas langit ntt, adalah peristiwa sejarah kebudayaan yang mulia. Umbu mengakhiri petualangan yang bagaikan sajak itu sendiri di alam fana. Dunia yang dijalani dengan kembara diri tanpa henti. Perhatikan jejak langkahnya di bulan-bulan terakhir hidupnya, gianyar, karangasem, klungkung, denpasar, untuk akhirnya tubuh 77 tahun itu menyerah.

Jauh sebelum itu perjalanan sajak salah satu raja dari waingapu sumba timur ini malah bukan hanya melampau kabupaten, tapi propinsi bahkan negara. Tapi yang paling utama perjalanannya menyentuh begitu banyak jiwa muda yang menggelegak gairah berpuisinya karena bersentuhan kata dengan umbu. Berbagai kantung komunitas sastra didatanginya , tidak perlu banyak ceramah , cukup hadir, duduk merokok , manggut manggut, atmosfir acara akan berubah menjadi bertaksu. Setelah itu kadang kita akan ditelpon.

Bisa saja suara khas itu berkata tentang sumpah pemuda, indonesia , bali , kata-kata sudah menunggu lama. Saha harus mencari dan hal- hal lain yang tidak pernah terlalu teknis puisi. Tapi getaran listrik akan menyalakan lampu inspirasi. Dan seperti tertantang untuk membuat yang terbaik.

Sebagian cerita hidupnya adalah misteri, tapi peristiwa kematiannya menyatukan. Putra dan putri umbu berkumpul di bali bersama puluhan murid puisi dan kerabat flobamora dewata menyinergikan pikiran dan tenaga bersiap mengantar jasad sang raja ke rumah sunyi senin siang 12 april 2021, di pemakaman mumbul, nusa dua, bali. Rumah khusus untuk umbu berdiam diri menunggu saat yang tepat pulang ke tanah sumba, tanah marappu. Seusai pandemi mungkin ratusan sajak akan tercipta dari peristiwa bersejarah ini.

Obituari, lagu dan barangkali juga monumen atau museum, karena sosok umbu adalah energi yang tak terbantahkan , energi yang menyalakan denyut nadi puisi banyak penyair. "cukup sudah" satu frasa sederhana yang sampai kepada saya seolah memberi tanda bahwa petualangan umbu akan berakhir ketika teman-teman dengan penuh khawatir menghubungi saya , mengabarkan kondisi umbu sesaat sebelum dirawat di rumah sakit. Dan benar terjadi umbu berpulang, di hari ketiga seperti pesannya. Percayalah umbu, sajak akan terus dituliskan bukan hanya di batu kubur, rumah sunyi peristirahatanmu.

Tualang sajak akan terus beredar dan berpendar. Cukup sudah, itu bukan untuk komando berhenti menulis puisi tapi satu : cukup sudah untuk pendampingan dan kontak telpon di malam hari menyemangati timpal-timpal, dua: cukup sudah berdiam diri dalam pandemi tapi bekerjalah kau walau dalam sunyi dan bunyi kata puisi, tiga : cukup sudah pertemuan dunia, segera lampaui dan menjadi, ketemu , bertemu diri sejati. Selamat jalan umbu, satu sajak yang pasti tidak lolos kurasimu saya tuliskan di dingin udara pagi 6 april 2021. Cukup sudah; umbu landu paranggi kau telah menuntaskan perburuan kau telah melihat seluruh panen raya merasakan perih lecut cambuk hidup merayakan upacara pesta berkuda sembari menunggu lintasan badai melewati gugusan pulau tenggara menghilang ke tengah samudera lalu kau berseru " cukup sudah!" selamat berkuda ke puncak sunyi mahaguru puisi paculah kuda paling gagah wahai raja berahang karang tak ada air mata yang cukup untuk menjura sepanjang jejakmu.

Tak ada requiem yang sanggup kupersembahkan, puisi mati hari ini, bahkan langit membekukan bintangnya yang paling terang udara diam. "cukup sudah" ujarmu sosokmu menjauh dan lesap seiring ringkik sajak terakhir yang paling pilu. Denpasar, 6 april 2021. Dewa putu sahadewa.


Baca Juga

0  Komentar