Tongkrongan Terlarang di Jalan Layang
Koran Tempo Senin, 19 April 2021

Tongkrongan terlarang di jalan layang jakarta — saban sore ramadan ini, jalan layang kalibata menjelma menjadi tempat nongkrong. Lusinan sepeda motor terparkir di sisi kanan dan kiri flyover yang melintasi sungai ciliwung serta memisahkan jakarta selatan dan timur tersebut. Kerumunan mulai terbentuk bakda asar, dan makin petang makin ramai. Menjelang beduk magrib kemarin sore, sejumlah pengendara menurunkan standar sepeda motornya untuk menanti waktu berbuka puasa.
Tak sulit mencari spot duduk dan minum di antara jajaran pedagang di sana. Berdasarkan pantauan, belasan pedagang kaki lima mulai menggelar dagangan sekitar pukul 16.00. Sebagian datang mendorong gerobaknya dengan melawan arus lalu lintas. “jualan makanan berbuka saja.
Kadang suka ada yang beli saat macet. Kalau yang suka nongkrong, anak muda,” kata ilham, penjual takjil, kepada tempo di lokasi. Pria berusia 30 tahun itu datang dari cililitan, jakarta timur, sekitar 3 kilometer dari flyover kalibata. Nongkrong di jalan layang merupakan fenomena khas jakarta.
Berawal dari sekelompok remaja tanggung yang kerap menghabiskan malam di flyover pasar rebo, jakarta timur, pada 2006. Peminatnya meluas hingga menjadi hiburan keluarga dan lokasinya melebar di banyak titik lain. Termasuk di jalan layang senen, galur, kemayoran, dan tanah abang. Tren ini sempat meredup pada akhir 2006, setelah pemerintah kota bolak-balik berpatroli menghalau kerumunan yang membahayakan pengguna jalan itu.
Rambu larangan berhenti pun terpancang di setiap lokasi. Namun, seiring dengan waktu, jalan layang kembali menjadi tempat nongkrong. Flyover cakung, yang baru dibuka dan diujicobakan mulai kemarin, bisa jadi sasaran berikutnya. Kendaraan roda dua berhenti di atas flyover jalan dewi sartika menuju kalibata, jakarta, 19 april 2021.
Tempo/fransisco rosarians enga geken. Pengamat tata kota, yayat supriatna, menilai jalan layang menjadi lokasi hiburan karena mudah diakses, sedangkan ruang terbuka di ibu kota sangat terbatas. Jumlah penikmat pelesiran gratisan itu selalu meningkat selama ramadan, seiring dengan banyaknya orang yang ingin "membunuh" waktu menjelang berbuka. Menurut dia, penutupan sejumlah ruang publik dan pembatasan jumlah pengunjung tempat hiburan pada masa pandemi ikut menambah padat jalan layang.
“tanpa pembatasan dan penutupan saja, jumlah ruang terbuka bagi masyarakat di dki itu sangat kecil. Jadi, banyak yang memilih lokasi gratis, seperti flyover atau lainnya,” kata yayat. Di kalibata, penggunaan jalan layang lebih dari sekadar untuk duduk-duduk. Sejak pukul 14.00, sekelompok lelaki berbagai kelompok umur memanfaatkan lokasi dengan ketinggian sekitar 8 meter dari tanah itu untuk menerbangkan layang-layang.
Arifin, 19 tahun, memanfaatkan lokasi tersebut untuk menghabiskan waktu menjelang berbuka puasa. "enak di sini, anginnya kencang," kata warga condet, jakarta timur, itu. "lagi pula, sekarang masa pandemi, jadi enggak bisa ngabuburit rame-rame ." arifin menyatakan main layangan tersebut tak mengganggu lalu lintas. Dia menunjuk pada deretan pembatas beton yang membagi dua badan jalan untuk kendaraan bermotor dan ruang kosong yang terdiri atas badan jalan dan trotoar.
Di ruang selebar 5 meteran itulah warga dan pedagang beraktivitas, termasuk sekelompok pengojek online yang menunggu pesanan. Kusrini, 50 tahun, pedagang minuman sachet, mengatakan puncak waktu keramaian di flyover kalibata tak hanya pada petang selama ramadan. "setiap malam minggu juga banyak orang," ujarnya. Saat itu, mayoritas pengisi keramaian di sana adalah pasangan muda.
Kegiatannya tak jauh dari duduk-duduk menikmati semilir angin malam sembari memandangi sungai ciliwung dan permukiman cawang yang super-padat. Menurut yayat, pemerintah dki seharusnya menghalau keramaian tersebut. Pada masa normal, keberadaan mereka bisa membahayakan lalu lintas. Pada masa pandemi, alasan untuk membubarkan mereka semakin kuat, yaitu mencegah kerumunan.
Caranya, dia melanjutkan, cukup dengan menempatkan petugas satuan polisi pamong praja di lokasi-lokasi tersebut. “pertanyaannya, apakah pemerintah bisa tegas," ujarnya. Tempo meminta konfirmasi kepada pemerintah kota jakarta timur. Satu pejabat di sana mengatakan petugas mengawasi aktivitas warga yang membentuk kerumunan.
Namun pemerintah kota juga menghormati tradisi menunggu waktu buka puasa dengan berkegiatan bersama rekan atau kenalan. Wakil wali kota jakarta pusat irwandi menyatakan mayoritas jalan layang yang kerap menjadi tempat nongkrong telah ditertibkan. Lokasi itu termasuk flyover tanah abang, senen, dan galur. “mayoritas sudah tak ada di jakarta pusat,” katanya.
Baca Juga
0 Komentar
Untuk membuat komentar silahkan login terlebih dahulu